Header Ads

  • Breaking News

    Buah Simalakama Rohingya Terhimpit Konflik Myanmar




    Di tengah krisis berkepanjangan yang membelit Myanmar, nasib etnis Rohingya kembali menjadi sorotan tajam dunia internasional. Perang yang melibatkan militer junta, Arakan Army, dan berbagai kelompok oposisi bersenjata membuat situasi di Rakhine State makin tidak menentu. Rohingya yang selama ini tertindas justru terjebak di tengah konflik, dipaksa memilih antara bergabung ke pihak yang selama ini menindas atau tetap bertahan tanpa kekuatan politik dan militer yang berarti.

    Sejumlah analis dan pemerhati krisis Myanmar memandang bahwa posisi Rohingya kini serba sulit. Jika bergabung dengan junta, mereka hanya akan menjadi alat tempur sementara tanpa jaminan keselamatan di masa depan. Opsi bergabung dengan Arakan Army pun penuh risiko, mengingat konflik berdarah masa lalu dan belum adanya perjanjian politik yang menjamin hak-hak mereka. Sementara itu, posisi dalam gerakan pro-demokrasi NUG juga belum sepenuhnya membuka ruang aman bagi Rohingya di lapangan.

    Namun, dari berbagai skenario yang ada, banyak pihak menilai strategi yang dilakukan YPG (Unit Perlindungan Rakyat) di Suriah bisa menjadi contoh ideal. YPG awalnya adalah milisi kecil Kurdi di wilayah utara Suriah yang juga mengalami ketertindasan dari rezim Bashar Al-Assad, kelompok oposisi bersenjata, hingga ancaman dari ISIS. Situasi YPG saat itu nyaris serupa: dikepung dari berbagai sisi tanpa sokongan kekuatan regional.

    YPG mulai mengamankan beberapa desa kecil di sekitar Kobane dan Afrin, dan dengan modal teritorial terbatas itu, mereka mendirikan sistem administrasi lokal serta milisi pertahanan rakyat. Awalnya dianggap kecil dan terpinggirkan, YPG perlahan membangun koalisi politik dan militer dengan berbagai suku Arab di wilayah sekitarnya, termasuk kelompok minoritas lain yang juga tertindas.

    Strategi mereka adalah bertahan di wilayah yang mereka kuasai, membentuk pemerintahan sipil otonom, dan menjadikan wilayah tersebut sebagai basis diplomasi dan kekuatan militer. Perlahan, YPG bukan hanya sekadar bertahan, tetapi mulai mengambil alih kota-kota strategis di utara Suriah. Saat konflik ISIS dan perang saudara berkecamuk, YPG menjadi kekuatan yang paling solid, bahkan mendapatkan dukungan militer dari koalisi internasional pimpinan Amerika Serikat.

    Saat ini, melalui organisasi payung yang disebut Syrian Democratic Forces (SDF), kekuatan YPG berhasil menguasai hampir sepertiga wilayah Suriah utara. Mereka mendirikan pemerintahan otonom yang diakui secara de facto meski belum mendapat pengakuan penuh dari Damaskus maupun PBB. Lebih dari itu, YPG-SDF sukses membangun integrasi etnis antara Kurdi, Arab, Assyrian, dan kelompok minoritas lain yang semula bermusuhan.

    Melihat kondisi itu, banyak analis menyarankan agar Rohingya menempuh jalur serupa. Ketimbang menjadi alat tempur sementara junta atau terpecah di antara kekuatan bersenjata lain, Rohingya bisa memulai dengan membangun basis teritorial di kawasan utara Rakhine yang mayoritas dihuni etnis mereka. Meski wilayah itu kecil dan terkepung, ia bisa menjadi titik awal sistem pertahanan sipil sekaligus kawasan aman pengungsi internal.

    Dari wilayah tersebut, Rohingya dapat membangun unit pertahanan rakyat berbasis komunitas yang fokus menjaga keamanan desa dan kampung mereka. Selanjutnya, mereka bisa menjalin kesepakatan kemanusiaan dan gencatan senjata terbatas dengan kelompok Arakan Army dan NUG demi keamanan bersama. Pola ini mirip dengan bagaimana YPG dulu mulai membangun gencatan senjata lokal di Kobane dengan suku-suku Arab.

    Dengan basis teritorial dan kekuatan sipil tersebut, Rohingya akan memiliki posisi tawar politik yang lebih kuat. Mereka dapat mendekati NUG untuk mendapatkan pengakuan politik sebagai kekuatan lokal yang sah. Selain itu, diaspora Rohingya di Malaysia, Arab Saudi, dan Eropa dapat memanfaatkan eksistensi wilayah itu untuk memperkuat lobi internasional.

    Diplomasi dengan OIC, ASEAN, dan negara-negara Barat bisa dilakukan lebih efektif jika Rohingya memiliki kawasan basis yang eksis secara nyata. Ini pula yang menjadikan YPG mendapat dukungan internasional, karena keberadaan wilayah otonom mereka dianggap sebagai simbol perlawanan terhadap kekerasan dan genosida.

    Tentu, langkah ini tak mudah. Risiko serangan dari junta dan ketegangan lama dengan Arakan Army tetap ada. Namun, seperti halnya YPG yang menghadapi ISIS, rezim Assad, dan oposisi bersenjata sekaligus, langkah bertahan dengan sistem otonom lokal adalah pilihan paling realistis. Apalagi, wilayah utara Rakhine yang mayoritas Rohingya masih bisa dipertahankan sebagai basis awal.

    Arakan Army pun, dalam berbagai pernyataan terakhir, mulai melunak dengan menyatakan tidak ingin mengusir Rohingya jika mereka tidak menjadi alat junta. Celah politik ini bisa dimanfaatkan untuk membangun komunikasi terbatas demi gencatan senjata lokal. Perlahan, situasi bisa diarahkan pada pembentukan dewan sipil bersama yang dikelola komunitas Rakhine dan Rohingya.

    Strategi ini memungkinkan Rohingya keluar dari posisi korban pasif menjadi aktor aktif dalam peta konflik Myanmar. Mereka tidak lagi sekadar meminta belas kasihan internasional, tapi menunjukkan kapasitas membangun sistem sendiri. Jika berhasil, pola ala YPG bisa menjadi titik balik penting dalam sejarah Rohingya yang selama ini tertindas.

    Melalui pendekatan ini pula, Rohingya dapat membuka peluang berdamai dengan sebagian kelompok Rakhine dan meredam konflik horizontal yang selama ini menjadi senjata junta untuk memecah belah masyarakat. Bila situasi memungkinkan, wilayah otonom Rohingya juga dapat berkontribusi menjaga kawasan perbatasan, membantu pengungsi, dan membangun sistem pendidikan komunitas.

    Akhirnya, skenario ini bukan saja realistis, tapi satu-satunya jalan agar Rohingya tidak lagi menjadi pelarian tanpa tanah air. Dengan mengambil pelajaran dari sukses YPG, mereka bisa membangun kekuatan berbasis komunitas, koalisi lintas etnis, dan diplomasi internasional yang kokoh. Jika YPG bisa menguasai sepertiga Suriah, bukan mustahil Rohingya mampu mengamankan kampung halamannya sendiri di masa depan.

    Tidak ada komentar

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad